PENDAMPINGAN KEPADA FASYANKES DALAM RANGKA PENGENDALIAN DAMPAK PAJANAN ALKES BERMERKURI
PENDAMPINGAN KEPADA FASYANKES DALAM RANGKA PENGENDALIAN DAMPAK PAJANAN ALKES BERMERKURI
Gombong, Kamis, 28 Juli 2022.
Dalam kegiatan manusia, merkuri ditemui pada kegiatan sektor industri ketenagalistrikan, pertambangan mas skala kecil, alat kesehatan, serta pada beberapa peralatan elektronik seperti lampu dan baterai.
Pada alat kesehatan, beberapa alat di fasyankes yang mengandung merkuri antara lain thermometer, sfigmomanometer, alat esofageal dilator, dan amalgam gigi. Untuk peralatan penunjang seperti baterai, lampu, dan switch juga ada yang mengandung merkuri. Semua alat ini sudah ada pengganti yang tidak mengandung merkuri. Untuk alat kesehatan, yang diamanatkan dalam Konvensi Minamata untuk segera dilakukan substitusi adalah termometer dan sfigmomanometer, serta setiap negara pihak yang meratifikasi Konvensi Minamata harus melakukan pengaturan untuk amalgam gigi. Maka yang difokuskan Indonesia saat ini adalah memenuhi amanat Konvensi Minamata, yaitu melaksanakan pengaturan terhadap termometer, sfigmomanometer, dan dental amalgam.
Seperti yang kita ketahui bahwa kandungan merkuri yang ada di dalam alat kesehatan bervariasi isinya. Thermometer klinik menggunakan merkuri sebanyak 0,5 hingga 1,5 gram, sfigmomanometer sebanyak 100 hingga 200 gram. Kandungan ini bervariasi sesuai dengan ukuran alat kesehatan tersebut. Namun, sedikit atau banyak kandungan merkurinya, tetap harus dilakukan prinsip kehati-hatian dalam penanganannya serta dilakukan substitusi.
Isu alat kesehatan bermerkuri adalah masih banyaknya fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) yang menggunakan alat kesehatan bermerkuri. Target tahun 2020 yang dimanahkan oleh Peraturan Presiden adalah 100% fasilitas pelayanan kesehatan melaksanakan penghapusan alat kesehatan bermerkuri.
Permasalahan yang ada yakni terbatasnya waktu untuk segera melaksanakan penghapusan alat kesehatan bermerkuri di semua fasilitas pelayanan kesehatan. Selain itu, mekanisme penghapusan, penarikan, transportasi, dan penyimpanan akhir alat kesehatan bermerkuri dan limbah merkuri yang belum ada regulasinya di Kementerian Kesehatan dan Kementerian Lingkungan Hidup.
Pada siklus ini, kita dapat mengetahui bahwa penanganan alkes bermerkuri dan tumpahan merkuri dari alkes bermerkuri yang pecah memiliki kontribusi ke lingkungan. Masih banyak fasyankes yang menganggap tumpahan merkuri dari alkes yang pecah dapat dianggap sebagai limbah medis yang diperlakukan sama seperti limbah medis lain, misalnya dengan diinsinerasi, dibuang ke lingkungan, masuk IPAL, dll. Padahal praktik seperti itu justru mencemari lingkungan. Merkuri yang masuk ke tanah dan badan air akan mengalir dan bermuara ke sungai besar atau laut dan terbentuklah metilmerkuri di lingkungan perairan. Metilmerkuri merupakan bentuk merkuri yang toksik dan dapat masuk melalui rantai makanan sehingga yang berpotensi terpajan merkuri tidak hanya petugas fasyankes tapi masyarakat yang lebih luas lagi. Demikian pula dengan uap merkuri dari alkes bermerkuri yang pecah maupun tumpahan merkuri dan sisa alkes bermerkuri yang pecah yang dibakar di incinerator. Uap merkuri akan semakin luas jelajahnya dan masyarakat yang lebih luas akan menjadi kelompok berisiko terpajan.
Merkuri dapat masuk ke dalam tubuh melalui beberapa cara yaitu:
Inhalasi, dengan menghirup udara yang terkontaminasi merkuri
Ingesti, dengan mengonsumsi pangan yang mengandung merkuri terutama ikan, dan
Kontak langsung dengan merkuri melalui kulit.
Target organ dari merkuri beragam, tergantung pada jenis merkuri yang masuk ke dalam tubuh. Namun, target organ dari metilmerkuri (yaitu bentuk merkuri yang paling toksik dan berbahaya) adalah system saraf pusat.
Dampak kesehatan yang dapat terjadi akibat pajanan merkuri dapat berupa dampak akut dan kronis. Dampak pajanan akut adalah dampak pajanan dari merkuri dalam waktu singkat (satu hari hingga beberapa hari) dalam kadar yang banyak. Pada pajanan akut, gejala kesehatan yang timbul merupakan gejala dari gangguan fungsi organ tertentu yang apabila pajanan berlangsung terus akan berdampak pada kerusakan fungsi organ tubuh. Adapun pajanan akut merkuri dapat menyebabkan beberapa gejala seperti gejala gangguan pencernaan (muntah, mual, sakit pada bagian perut), gangguan penglihatan, dan sakit kepala yang merupakan salah satu gejala dari gangguan system saraf pusat, dan gangguan ginjal yang ditandai dengan tingginya kadar merkuri dalam urin. Dampak pajanan kronis adalah dampak pajanan dari merkuri dalam waktu yang lama (bulan hingga tahun) dalam kadar yang sedikit maupun banyak. Dampak pajanan kronis merupakan manifestasi dari kadar merkuri dan waktu yang cukup untuk membuat fungsi organ menjadi terganggu atau rusak. Dampak paling parah adalah kerusakan system saraf pusat yang ditandai dengan tremor, ataksia, gangguan penglihatan dan penyempitan lapangan pandang, menurunnya fungsi motorik dan intelektualitas. Selain itu mengakibatkan kerusakan ginjal, paru-paru, hati, gastrointestinal dan imunitas.
Pajanan merkuri dari ibu hamil kepada janin melalui plasenta dapat menyebabkan janin tidak tumbuh secara baik dan berisiko terjadinya cacat pada saat bayi lahir. Pajanan tersebut juga dapat menyebabkan bayi mengidap cacat mental, buta, cerebral palsy, ganguan pertumbuhan, dan gangguan fungsi saraf yang ditandai seperti IQ rendah dan gangguan motorik.
Pajanan merkuri baik akut maupun kronis secara umum menurunkan tingkat produktifitas dan kesehatan. Karena kerusakan organ yang diakibatkan pajanan merkuri bersifat irreversible dan tidak bisa diperbaiki apabila sudah rusak, maka meningkatkan risiko kematian terutama pada bayi dan anak. Hal yang paling efektif dilakukan untuk mengurangi risiko dan dampak pajanan merkuri adalah dengan menghilangkan sumber pajanan utama, dalam konteks pertemuan ini yaitu menghentikan penggunaan merkuri pada PESK.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut, Puskesmas Gombong 1 & 2 bersama dengan narasumber dari Dinas Kesehatan PPKB Kab. Kebumen yakni bapak Wawan Darmanto, S.ST, M.M menghimbau agar seluruh fasyankes di Kec. Gombong agar sudah tidak ada lagi yang menggunakan alkes bermerkuri dan menggantinya dengan alkes lain yang tidak bermerkuri. Misalnya tensimeter yang bermerkuri diganti menggunakan tensimeter digital. Selain itu, fasyankes wajib melalukan pencatatan dan pelaporan di bit.ly/borangalkesbermerkuri.
Untuk selanjutnya akan dilakukan visitasi oleh dinas terkait dan juga penarikan alkes bermerkuri yang masih ada di fasyankes.